Minggu, 6 Nopember 2016.
Pagi itu sekitar pukul 5.30 WIB dengan agak tergesa gesa ku pancal Si Item Dominate ke arah barat untuk bertemu dengan senior-senior di titik kumpul pertigaan Bulu, Cawas, Klaten. Telah menanti dengan sabar para seniorku Komandan Go-TreX Community Pak Agus Suprihatin, Pak Dokter catur sang inspirator sekaligus bos nya Go-treX, Pak Sugeng ( tumben sendirian gak bersama Pak Broto, jagoan speed), Pak Dodo (Wakil Komandan Go-TreX), Pak Bagyo ( masih setia dengan sepeda Balapnya), Bahrudin ( Si Kecil Lincah yang jago tanjakan, saking ringannya malah gak pake genjot, maburr kaleee). Saya yang paling akhir gabung, dengan sedikit cengengesan karena terlambat datang (biasanaya alasan klasiknya muncul " ketiban pupu" kata Pak Yoto).
Langsung tanpa banyak ba bi bu, biasanya sih pake acara salam-salaman biar afdol sekaligus ber haha hihi menyemarakan gowes pagi namun karena sudah agak terlambat kita pun berangkat ke arah selatan. Kemana? sesuai dengan ajakan Pak Bos Dokter, kali ini kita akan mencoba menaklukan Tanjakan Bundelan. Ya..Tanjakan Bundelan. Tanjakan yang belum pernah ku taklukkan ini sengaja di pilih untuk berlatih kekuatan "dengkul" buat nanti nanjak ke Gunung Merbabu via Muntilan.
Sepeda pelan-pelan di genjot ke arah selatan dari pertigaan Bulu, melewati pertigaan dukuh Jentir mengambil arah lurus ke selatan, kalau ke timur ke arah kiri akan melewati Tanjakan Sambeng ( yang ini dah sering d taklukin walau tetap ngos ngosan juga, teringat mas Mukhlis yang trainning pertama lewat sini. hahahaha).
Setelah melewati Dukuh Krakitan jalan berbelok ke arah barat hingga pada pertigaan, bila mengarah ke utara belok ke barat menuju ke arah Makam Pandanaran namun untuk menuju ke tanjakan Bundelan berbelok ke kiri ke arah selatan, Nampak di depan tepat pada awal tanjakan di pertigaan jalan ada pasar pagi (semacam pasar krumpyeng yang ada bila hari pasaran).
Sebelum memasuki pertigaan, gear belakang telah dipindah ke gigi terakhir (paling gede). Jalan memang sedikit lambat namun ini mungkin trik yang dilakukan mengingat di jalur ini perlu tenaga ekstra untuk mengenjot pedal. Pelan namun pasti, sepeda melaju di sisi kiri jalan. terlihat banyak warga yang juga melakukan jalan sehat di sini. Banyak muda mudi yang terlihat melakukan aktifitas jalan pagi, tak hanya itu, anak kecil, orang tua juga nampak bergandengan menruni jalur terjal ini.
Tanjakan dan belokan pertama di lewati dengan sedikit adaptasi untuk mengatur nafas. Dari sini bila melihat ke arah utara akan nampak dari kejauhan indahnya persawahan di bawah bukit tancep ini. Sepeda terus di genjot, nampak di depanku para seniorku, Pak Dokter dan Pak Bagyo masih kuat bertahan sedangkan Si Kecil Bahrudin telah ngibrit di depanya lagi. Untunglah setelah tanjakan pertama masih ada jalan yang agak landai untuk sekedar menghela nafas. sedikit demi sedikit jalan mulai menanjak lagi dengan di sisi kiri adalah jurang sedangkan pada sisi kanan adalah dinding bukit. Beberapa penjual makanan kecil ada di sini. Di bawah pohon bambu sedikit ke timur ada warung yang berdiri namun karena masih pagi warungnya masih tutup.
Jalan terus menanjak mengikuti kontur bukit tancep ini. Terlihat di depan, Pak Bagyo dengan sepeda balapnya masih mencoba bertahan untuk tidak turun. Trik kecil dengan berjalan zig zag bisa coba dilakukan untuk menghindari terlalu beratnya genjotan (jangan dilakukan pada jalan yang ramai kendaraan, trik ini bisa dilakukan bila tidak ada kendaraan lain yang melintas). Hingga pada tanjakan yang menikung tajam ke kanan, Si Balap Pak Bagyo harus turun dari sepeda (sepedanya gak cocok buat tanjakan pak, hahahaha). sedikit maju ke depan tanjakan lebih ekstrim lagi karena kontur jalannya menikung dan naik yang tajam. Pada Tanjakan ini, beberapa pe sepeda harus lebih keras menggenjotnya namun tetap tenang karena pada tanjakan ini, sepeda seperti mau membalik ke belakang karena roda depan sering terangkat. Jadi berat badan di dipergunakan untuk menahannya dengan memajukan posisi badan ke depan (maklum bukan versi balap yang dlosor ke depan tapi model MTB yang di modif untuk jalan aspal). Beberapa senior d belakangku yang "mungkin"sudah sepuh harus turun menuntun sepedanya karena sepedanya terus "njondil-njondil" sambil ngos ngosan, Pak Sugeng, Pak Dodo, Pak Komandan juga terpaksa TTB.
Genjot dilanjut untuk beberapa saat (gak tau jaraknya berapa meter totalnya, mungkin 1 KM), setelah melewati jalan menikung dan naik akhirnya sampailah di batas fnish jalur Bundelan Hill ini. Lega rasanya bisa menaklukan jalur ini yang kemarin belum terbayangkan bisa lulus tanjakan karena fisik belum fit bener karena paha masih "njarem" ketika kemarin buat lomba volly.
Salam Gowes Go-TreX Community. Satu Sepeda Sejuta Saudara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar